Penjelasan Tut Wuri Handayani Meliputi Sejarah dan Makna Logonya

TUT WURI HANDAYANI – Kita semua tentu sering melihat kalimat tut wuri handayani, entah di seragam sekolah, atau di lembaran surat resmi dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Logonya yang berbentuk bidang persegi lima dengan warna biru muda, sudah menjadi simbol khasnya, sehingga orang lebih mudah mengenalnya.

Dan dibalik semua itu terdapat arti dan makna yang sangat berarti bagi bangsa ini. Tanpa pengetahuan seseorang akan kesusahan mengartikan dan memaknai kalimat tut wuri handayani yang terdapat di dalam bidang persegi lima. Dari banyaknya penduduk Indonesia, mungkin hanya beberapa persen saja yang benar-benar tahu arti dan makna semboyan ini.

Bahkan, mungkin kita sendiri yang sudah melalui masa-masa mengenyam pendidikan kini sudah lupa dan mungkin saja tidak tahu sama sekali apa arti dan makna dari semboyan ini. Oleh karena itu, artikel ini akan menjelaskan tentang semboyan tut wuri handayani. Sebagai warga negara Indonesia yang baik, kita harus tahu makna, tujuan, dan sejarahnya semboyan pendidikan di Indonesia ini.

Tut Wuri Handayani dalam Pendidikan

Hari Pendidikan Nasional
Sumber: bemftuny.org

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia arti pendidikan adalah suatu proses pembelajaran setiap individu dengan tujuan untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman lebih tinggi tentang objek tertentu.

Pendidikan  yang diperoleh secara formal akan menghasilkan pola pikir, akhlak, dan perilaku yang bersangkutan dengan pendidikan yang dipelajarinya. Ini adalah pengertian berdasarkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Lain dengan definisi dari Bapak Pendidikan Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara. Beliau mendefinisikan pendidikan sebagai suatu tuntutan di dalam proses tumbuhnya anak-anak. Dalam arti, dengan pendidikan semua kodrat yang dimiliki manusia akan tertuntun untuk mencapai keselamatan serta kebahagian hidup setinggi-tingginya.

Dari kedua definisi tersebut kita bisa simpulkan betapa pentingnya pendidikan bagi kita semua. Agar kita bisa tumbuh menjadi pribadi yang berpendidikan serta bisa mecapai kehidupan yang selamat dan bahagia.

Berbicara soal pendidikan, Indonesia sendiri memiliki slogan pendidikan yang sangat bagus. Di Indonesia, slogan pendidikan di Indonesia  dinyanyikan dalam bentuk sung, di tengah ceritanya, tut wuri handayani .

Dan secara singkat semboyan pendidikan Indonesia lebih dikenal dengan kata tut wuri handayani. Kata tut wuri handayani sudah lama diterapkan sebagai semboyan pendidikan di Indonesia. Semboyan pendidikan ini memiliki makna dan filosofis yang tinggi bagi dunia pendidikan di Indonesia.

Jika semua anak bangsa tahu sejarah dan makna dari kata tut wuri handayani, serta menerapkannya di dalam kehidupan berpendidikan, tentu bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang maju dan berkarakter.

Sejarah Tut Wuri Handayani

Taman Siswa
Sumber: bobo.grid.id

Semboyan tut wuri handayani memang tidak bisa lepas dari sejarah hari pendidikan Indonesia yang selalu diperingati pada tanggal 2 Mei. Kata tut wuri handayani sendiri sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Artinya semboyan ini sudah sangat lama sekali karena sampai saat ini masih bertahan dan masih dipakai sebagai semboyan pendidikan di Indonesia.

Tentunya ada sesuatu hal yang sangat berarti dan istimewa dibalik bertahannya semboyan tut wuri handayani di Indonesia sampai saat ini.

Hari Pendidikan Nasional memang tidak bisa lepas dari perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Beliaulah yang mempelopori semangat bangsa Indonesia untuk mengenyam pendidikan meskipun dalam keadaan yang sangat sulit.

Pada zaman kolonial Belanda pendidikan formal hanya diperbolehkan untuk anak-anak kelahiran Belanda dan kaum-kaum yang memiliki drajat pendidikan tinggi. Sedangkan anak-anak bangsa yang pada masa itu kebanyakan masih dari keturunan yang tidak memiliki riwayat pendidikan tinggi tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan.

Peran Ki Hadjar Dewantara yang berani menentang kebijakan pemerintahan Hindia Belanda tersebut, membuatnya Beliau diasingkan ke Belanda bersama dua rekannya. Beliau bersama dua rekannya yaitu Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo diasingkan selama beberapa waktu. Ketiga tokoh inilah yang dikenal sebagai Tiga Serangkai.

Dan setelah Beliau kembali ke Tanah Air, semangatnya dalam membangun pendidikan bagi anak-anak bangsa masih tumbuh di dalam dirinya. Semangat tersebut dibuktikan dengan dibangunnya sebuah lembaga pendidikan yang bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa).

Dalam sistem pendidikannya, Ki Hadjar Dewantara memiliki slogan yang selalu diterapkan pada sistem pendidikan. Moto Pemuda akan dilanjutkan oleh bangsa sehingga secara resmi ditetapkan sebagai slogan pendidikan Indonesia.

Seluruh motto adalah ” Di Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” .

Ketika hari peringatan Taman Siswa yang ke-30, Ki Hajar Dewantara menyampaikan sebuah kalimat yang sangat mendalam bagi anak-anaka bangsa dalam mengenyam pendidikan.

Kalimat tersebut kurang lebihnya memiliki makna seperti ini, “Suatu kemerdekaan hendaknya dikenakan kepada caranya anak-anak dalam berpikir, yaitu biasakan anak-anak mencari sendiri semua pengetahuan dengan memakai pikirannya sendiri, jangan terus-terusan dipelopori, atau mengakui buah pikiran dari orang lain”.

Harapannya dengan begitu, anak-anak bangsa menjadi orisinal dalam berpikir serta dalam bertindak. Suatu anak dikatakan berhasil dalam pendidikan, apabila anak bisa mengenali tantangan yang ada di depannya. Tidak hanya mengenali tetapi tahu bagaimana cara mengatasinya.

Mengenal Pencetus Semboyan Tut Wuri Handayani

Ki Hadjar Dewantara
Sumber: mojok.co

Dalam pembahasan di atas sudah kita singgung bahwasannya pencetus semboyan Tut Wuri Handayani adalah Ki Hadjar Dewantara. Beliau memiliki nama asli Raden Mas Suwardi Suryaningrat, seorang anak bangsa yang lahir dari keluarga ningrat di Yogyakarta pada tahun 2 Mei 1889, yang kini dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional.

Pada usianya yang ke-40 menurut hitungan Caka, beliau berganti nama dari Raden Mas Suwardi Suryaningrat menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak ganti nama beliau tidak menggunakan gelar kebangsawanan pada namanya.

Bukan berarti Beliau tidak mau, namun maksud dari tidak memakai gelar kebangsawanannya adalah supaya bisa bebas dekat dengan rakyat. Latar belakang pendidikan Beliau yaitu lulusan Sekolah Dasar di ELS yakni Sekolah Dasar Belanda. Dan kemudian beliau melanjutkan pendidikannya di STOVIA yaitu Sekolah Dokter Bumiputera.

Namun dikarenakan sakit yang mengidapnya, beliau tidak dapat melanjutkan sampai selesai. Ki Hadjar Dewantara kemudian langsung mencari pekerjaan, dan diterima sebagai wartawan di beberapa media surat kabar seperti Midden Java, Sedyotomo, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Poesara, dan Tjahaja Timoer.

Karir beliau menjadi wartawan sangat bagus, beliau dikenal sebagai penulis yang handal. Karena bahasa tulisan beliau sangat komunikatif, tajam, dan patriotik membuat pembaca terbangkitkan rasa antikolonialnya.

Selain itu, Ki Hadjar Dewantara juga aktif di berbagai organisasi sosial dan juga politik. Di tahun 1908 beliau sudah aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo dengan tujuan untuk mensosialisasikan sekaligus menggugah kesadaran masyarakat Indonesia dalam hal pentingnya suatu persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.

Mendirikan Partai India

Pada tanggal 25 Desember 1912, beliau bersama rekannya yaitu Douwess Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan Dr. Cipto Mangoenkoesoemo, membangun sebuah organisasi yang bernama Indische Partij yaitu partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia.

Tujuan mendirikan Indische Partij adalah untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Dengan berusaha keras tiga serangkai tersebut mencoba mendaftarkan organisasi politik tersebut kepada pemerintahan kolonial Belanda untuk mendapatkan status badan hukum resmi.

Karena pemerintahan kolonial Belanda merasa organisasi tersebut bisa membangkitkan rasa nasionalisme masyarakat Indonesia, maka organisasi tersebut pun ditolak, melalui Gubernur Jendral Idenburg pada tanggal 11 Maret 1913.

Membentuk Komitme Bumipoetra

Semangatnya untuk memerdekakan bangsa Indonesia tidak mematahkan perjuangannya dalam melawan pemerintahan kolonial Belanda. Setelah ditolaknya Indische Partij, beliau membentuk Komitme Bumipoetra dengan tujuan untuk melancarkan kritiknya terhadap pemerintahan kolonial Belanda.

Melalui Komitme Bumipoetra diterbitkannya tulisan yang berjudul Als Ik Eens Nederlander Was yang artinya “Seandainya Aku Seorang Belanda”. Selain itu yaitu Een voor Allen maar Ook Allen voor Een yang artinya “Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga”.

Kedua tulisan tersebut pun sampai sekarang menjadi terkenal bersejarah hingga sekarang. Tulisan dengan judul Als Ik Eens Nederlander Was diterbitkan di surat kabar de Express milik rekannya yaitu Dr. Douwess Dekker.

Namun lagi-lagi kolonial Belanda merasa tidak nyaman dengan tulisannya tersebut. Akhirnya pemerintahan kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Indenburg menjatuhkan hukuman kepada beliau dan rekannya.

Tiga Serangkai ini diberikan hukuman berupa pengasingan, yang akhirnya mereka diasingkan ke Negeri Belanda pada bulan Agustus 1913. Ki Hadjar Dewantara tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk mencari dan mendalami masalah pendidikan serta pengajaran.

Dan perjuangannya dalam mendalami pendidikan pun mendapatkan hasil. Beliau mendapatkan Europeesche Akte. Setelah beberapa tahun di Negeri Belanda, beliau pun pulang ke tanah air.

Mendirikan National Onderwijs Institut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa)

Dengan modal yang sudah didapatkan di Negara Belanda selama pengasingan. Ki Hadjar Dewantara semakin semangat dalam memperhatikan bidang pendidikan di tanah air. Tujuannya tetap sama yaitu ingin memerdekakan Negara Indonesia.

Pada tanggal 3 Juli 1922 beliau bersama dengan rekan-rekannya mendirikan sebuah perguruan bercorak nasional. Perguruan tersebut diberi nama National Onderwijs Institut Taman Siswa. Di dalam sistem pendidikannya, perguruan ini sangat menekankan rasa kebangsaan  kepada peserta didiknya. Supaya masyarakat Indonesia bisa mencintai tanah air dan membangun semangat untuk berjuang memerdekakan Indonesia.

Pada akhirnya pemerintahan Belanda pun tahu, dan pada tanggal 1 Oktober 1932 langsung mengambil tindakan dan upaya untuk merintanginya, yaitu dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar.

Namun berkat kegigihannya dalam memperjuangkan haknya, Ordonansi tersebut akhirnya bisa dicabut. Ki Hadjar Dewantara pun semakin fokus ke bidang pendidikan di Taman Siswa. Di sisi lain beliau tetap semangat dalam menciptakan karya tulis, namun tulisannya beralih ke nuansa pendidikan dan kebudayaan yang berwawasan kebangsaan.

Dengan tulisannya beliau berhasil meletakan dasar-dasar pendidikan nasional di bangsa ini. Kegiatan beliau yang rajin menulis terus berlangsung hingga masa awal penjajahan Jepang.

Masa Penjajahan Jepang

Di masa penjajahan Jepang di Indonesia, Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) di tahun 1943. Ki Hajar ditunjuk menjadi salah satu pimpinan bersama Ir. Soekarno, K.H. Mas Mansur, dan Drs. Muhammad Hatta.

Setelah Indonesia meraih kemerdekaan dan pmerintahan sudah terbentuk, Ki hadjar Dewantara dipercaya menjadi Mentri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan oleh Ir. Soekarno. Hal membuat beliau semakin leluasa dalam meningkatkan kualitas dalam bidang pendidikan di Indonesia.

Dan sampai akhirnya beliau mendapatkan gelar Doktor Honori Klausa dari Universitas Gajah Mada. Namun setelah mendapakan gelar tersebut, pada tanggal 28 April 1959 beliau meninggal dunia dan dimakamkan di tanah kelahirannya yaitu di Yogyakarta.

Ajarannya yakni semboyan tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sung tulada akan selalu menjadi dasar pendidikan di Indonesia. Ki Hadjar Dewantara kini namanya bukan saja diabadikan sebagai pahlawan pendidikan yang digelari dengan Bapak Pendidikan Indonesia, namun nama beliau juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional.

Hal tersebut secara resmi diberikan oleh Presiden RI melalui surat keputusan Presiden RI Nomor 305 Tahun 1959, pada tanggal 28 November 1959. Dan selain itu, setiap tanggal kelahiran Ki Hadjar Dewantara selalu diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional yaitu tanggal 2 Mei.

Itulah sedikit cerita sejarah tentang pencetus semboyan tut wuri handayani yakni Ki Hadjar Dewantara. Dengan membaca sejarah beliau semoga kita jadi semakin mengenal beliau dan juga semakin semangat dalam mengenyam pendidikan supaya menjadi anak bangsa yang bisa meraih kesuksesan dan kebahagian dengan pendidikan.

Makna Kata Tut Wuri Handayani

Tut Wuri Handayani 1
Sumber: himaindonesia.com

Kata tut wuri handayani adalah aslinya dari kalimat, “ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”. Kalimat tersebut berasal dari Bahasa Jawa, apabila di terjemah ke Bahasa Indonesia artinya yaitu:

  • Tut wuri handayani, artinya dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan.
  • Ing madya mangun karsa, artinya di tengah guru harus menciptakan ide atau prakarsa.
  • Ing ngarsa sung tuladha, artinya di depan seorang pendidik harus memberi teladan/contoh tindakan yang baik.

Merupakan sebuah semboyan yang sangat bagus dan positif sekali. Terutama bagi orang-orang yang memiliki tugas ataupun hobi mendidik/mengajar. Kalimat semboyan ini memiliki sejarah yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia, sehingga tidak heran jika semboyan ini diabadikan sebagai semboyan pendidikan di Indonesia.

Makna Lambang Tut Wuri Handayani

Logo Tut Wuri Handayani
Sumber: kemdikbud.go.id

Tut wuri handayani memiliki logo atau lambang yang memiliki arti tersendiri. Lambang tersebut secara resmi disahkan pada tanggal 6 September 1977 oleh Bapak Syaref Thajeb yang pada masa itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Ketika berpidato pada waktu itu, beliau menyampaikan alasan atau yang melatar belakangi disahkannya lambang semboyan tersebut, yaitu karena banyaknya instansi yang memakai lambangnya sendiri-sendiri sehingga tidak terlihat kekompakan dan kesatuannya. Instansi yang dimaksud adalah instansi di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Logo yang dibuat tidak hanya sekedar logo saja, namun logo tersebut tersusun dari beberapa makna yang mengandung makna. Ada 5 uraian yang terdapat pada lambang tut wuri handayani.

  1. Bidang Segi Lima dengan Warna Biru Muda, memiliki makna sebagai penggambaran alam kehidupan pancasila.
  2. Semboyan Tut Wuri Handayani, mempunyai makna sebagai penghargaan dan penghormatan kepada almarhum Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional).
  3. Belencong Menyala Bermotif Garuda, memiliki makna bahwa belencong (menyala) merupakan lampu khusus pertunjukan wayang kulit dan cahayanya membuat pertunjukan terasa hidup. Dan motif garuda memberikan gambaran sifat yang dinamis, gagah perkasa, mampu serta mandiri mengarungi angkasa yang luas. Ekor serta sayap garuda terdiri dari lima susunan bulu yang berarti, “satu kata dengan perbuatan pancasila”.
  4. Buku, memiliki makna sebagai sumber segala ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
  5. Warna, ada warna putih pada ekor dan sayap garuda yang memiliki makna suci, bersih tanpa pamrih. Warna kuning keemasan pada nyala api memiliki makna keagungan dan keluhuran pengabdian. Dan warna biru muda di bidang segi lima memiliki makna pengabdian yang tidak kunjung putus dengan mempunyai pandangan hidup yang mendalam yaitu pandangan hidup pancasila.

Demikianlah penjelasan dari kami tentang semboyan tut wuri handayani, yang mana semboyan tersebut merupakan salah satu semboyan penting bagi bangsa Indonesia yang sangat bersejarah. Melalui ini semboyan tersebut Indonesia bisa berhasil menjadi bangsa yang berpendidikan seperti sekarang ini. Maka dari itu, sudah seharusnya kita menghormati dan menghargai jasa pahlawan bangsa pencetus semboyan ini, beliaulah Bapak Pendidikan Nasional kita Almarhum Ki Hadjar Dewantara.