Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Ada dua sumber utama yang menunjukkan fondasi Kerajaan Mataram kuno, yang berupa relief dan candi yang dapat kita temui hari ini. Adapun prasasti, Kerajaan Matram kuno meninggalkan banyak prasasti, termasuk:

Prasasti Canggal, terletak di Guning Wukir Temple Square di Desa Canggal sejak tahun 732 Masehi. Prasasti Canggal menggunakan huruf Bala dan Sanskerta, yang menceritakan tentang pendirian Lingga (simbol Siwa) di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya, ditambah juga dikatakan sebagai raja.

Sebelum Senna digantikan oleh Sanjaya bin Sanha (saudara perempuan SANA).

Prasasti Callasan, yang terletak di desa Yogyakarta, di Callasan yang berasal dari tahun 778 Masehi, ditulis dalam bahasa Pranagari (India Utara) dan Sanskerta.

Pelajari tentang apa itu prasasti dan macam – macam prasasti di toriqa.com, anda juga bisa menambah beragam pengetahuan sejarah di wensite tersebut.

Itu termasuk pembangunan sebuah bangunan suci untuk dewi Tara dan sebuah biara oleh pendeta Raja Bangkaran atas permintaan keluarga Celendra dan Panjankaran juga untuk memperkenalkan desa Kalasan kepada Sangha (umat Buddha).

Prasasti Mantyasih, ditemukan di Mantyasih Kedu, Jawa Tengah No. 907M menggunakan bahasa Jawa Kuno.

Isi prasasti adalah daftar garis keturunan dari raja-raja Mataram yang mendahului Rakai dan Tokya Diya Palitung, Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panjangalan, Rakai Arak, Rakai Garong, Rakai Pikatan, Rakai Kaiwangi dan Rakai Wattuanumang.

Prasasti Klorak, yang terletak di desa Prambanan 782AD, ditulis dalam aksara Pranagari dan menceritakan konten bahasa Sansekerta yang dibuat oleh Accra Mangosri oleh Raja Indra yang diberi nama setelah Sri Sangramadanangaya.

Selain prasasti, Kerajaan Mataram kuno juga meninggalkan banyak bangunan candi yang masih berdiri sampai sekarang.

Diantaranya adalah beberapa kuil Warisan Medang, yang juga diantaranya adalah Kuil Kalasan, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sambisari, Candi Sari dan Candi Sari, dan candi – candi lainnya.

Kedulan, Candi Morangan, Candi Ijo, Candi Barong, Candi Sojiwan, dan tentu saja yang paling terkenal adalah Candi Borobudur.

Warisan Kota Kuno Matram

Dari hasil budaya dan warisan kerajaan ini, banyak prasasti dan produk budaya yang masih ada sampai sekarang:

Prasasti Sebagai Kerajaan Tua

Kerajaan mataram kuno merupakan salah satu kerajaan terbesar di Indonesia, oleh karena itu mataram meninggalkan banyak benda bersejarah, diantaranya bangunan prasasti. Dan di bawah ini:

Prasasti Tsangal

Prasasti Canggal atau yang disebut juga dengan prasasti Gunung Wukir atau prasasti Sanjaya merupakan prasasti yang berasal dari 654 Saka atau 732 AD yang ditemukan di halaman Pura Gunung Wukir di Desa Kadiluwih, di Desa Kadiluwih, di Salam, Magelang, Jawa Tengah.

Prasasti ini digunakan oleh buku Balaoua dan Sanskerta. Tulisan ini dianggap sebagai pernyataan diri Raja Sanjaya pada 732 sebagai penguasa universal

Prasasti Kilorac

Prasasti Killurak berasal dari tahun 782 M dan ditemukan di dekat kuil Lumpung, desa Killorak, di sebelah utara Kompleks Candi Prambanan, Jawa Tengah.

Kasus prasasti Kelurak sangat tahan aus, dan karena itu keseluruhan isinya tidak diketahui. Isi bangunan bangunan suci ini secara umum adalah berupa patung Manjusri berada di bawah perintah Raja Indra yang diberi gelar Sri Sangramadhanangaya.

Menurut para ahli, bangunan yang dimaksud adalah Kuil Seo, yang terletak di kompleks Prambanan.

Prasasti Logis

Prasasti ini ditemukan di Desa Macy, Magelang Utara, Jawa Tengah dan berisi daftar silsilah raja-raja Mataram sebelum Raja Palitung.

Pembuatan prasasti bertujuan untuk melegalkan Palitung sebagai pewaris takhta yang sah, dengan demikian menyebutkan mantan raja yang memiliki kedaulatan penuh atas kerajaan kuno Mataram.

Dalam prasasti ini, disebutkan juga bahwa desa Mantiyashe yang ditunjuk oleh Ballittong adalah desa Berdikan (daerah bebas pajak).

Di desa Mattia, masih ada mortir, yang diyakini sebagai tempat yang tepat untuk menemukan Sima atau Berdikan.

Dalam prasasti ini juga disebutkan keberadaan Gunung Susundara dan Wukir Sumbing (sekarang Gunung Sindoro dan Sumbing). Kata “Mantyasih” itu sendiri dapat berarti “iman dalam cinta.”

Prasasti Sugumerto

Prasasti ini mungkin sangat asing sekali di masyarakat, prasasti Sojomerto merupakan peninggalan dari dinasti Sailendra yang terletak di desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini ditulis dalam aksara kaustik dan dalam bahasa Melayu kuno.

Prasasti ini tidak menyebutkan jumlah tahun, berdasarkan perkiraan perkiraan kuno dari akhir abad ketujuh atau awal abad ke delapan. Prasasti itu memuat keluarga tokoh utama, Dapunta Seelendra, ayahnya Santano, ibunya Bhadrati, sementara istrinya Sambulla.

Prof. Dr. Boechari berpendapat bahwa nomor bernama Dapunta Selendra adalah pelopor keturunan dinasti Sailendra yang memerintah kerajaan Hindu Mataram.

Prasasti Tabusan

Dalam prasasti Tri Tepusan disana dikatakan bahwa sejak 842 M Sri Kahulunnan diberikan tanahnya di Desa Tri Tepusan untuk membangun dan memelihara Mausoleum Kamulan I Bhumisambhara (mungkin nama Kuil Borobudur saat ini). Duplikat prasasti ini disimpan di Museum Candi Borobudur.

Prasasti ini ditemukan pada November 1983. Prasasti ini berada di sebuah lapangan di Dusun Kedunglo, di Desa Gandulan, Kaloran, sekitar 4 km timur laut Kota Temanggung.

Prasasti ini mencakup daftar lengkap raja-raja yang memerintah tanah Mataram pada periode sebelum pemerintahan Raja Ashaal dan Atokara Daih Palitung.

Catatan dalam prasasti ini sangat penting karena menyebutkan 12 Nama Raja – Raja Mataram, sehingga melengkapi referensi dalam prasasti Mantyasih (atau nama lain dari prasasti Kedu Copper) yang hanya menyebutkan 9 nama raja saja.

Prasasti Rocham

Prasasti ini berasal dari tahun 829 Saka atau 907 M, yang ditemukan pada tahun 1975 di desa Pitarungan, Kecamatan Parakan, Timangong, Jawa Tengah.

Prasasti ini terdiri dari dua lempengan tembaga persegi panjang. Panel pertama berisi 28 baris sedangkan panel kedua berisi 23 baris. Teks dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa Kuno.

Isi prasasti berkisar pada peresmian Desa Rukkam oleh Nini Haji Rakrian Sangwana karena desa tersebut mengalami letusan gunung berapi.

Warga desa Rukkam kemudian diberi kewajiban untuk melestarikan bangunan suci di Limong. Mungkin bangunan suci itu adalah Kuil Saijuan, seperti yang dikatakan Sangwana sebelumnya. Kuil Sajiwan, yang sering diumumkan oleh Sojiwan, berada di dekat Candi Prambanan.

Prasasti Plumpungan

Prasasti ini ditemukan di Dusun Palmembangan dan berasal dari tahun 750 Masehi. Prasasti ini diyakini sebagai asal mula kota Salatiga. Secara historis, Prasasti Plumpungan berisi ketentuan hukum, yaitu penentuan status tanah Predikan atau Swantra di desa Hambra.

Pada zamannya, teks tentang ketentuan prasasti Plumpungan adalah peristiwa yang sangat penting, terutama bagi orang-orang di wilayah Hampra.

Mendefinisikan prasasti adalah titik awal untuk penciptaan formal Hampra sebagai sebuah warisan atau Soantra.

Desa Hampra di mana prasasti itu berada terletak di wilayah administrasi kota Salatiga. Dengan demikian wilayah Hampra yang mendapat status zona bebas pajak perdikan pada saat membuat prasasti adalah wilayah Salatiga saat ini.

Prasasti Siwaragha

Dalam prasasti ini chandrasengkala ditulis “Wwalung gunung the wiku” yang berarti angka 778 saka (856 M).

Prasasti ini diterbitkan oleh Diya Lukapala (Rakai Kayuwangi) tidak lama setelah berakhirnya pemerintahan Rakai Pikatan. Tulisan ini menyebutkan deskripsi koleksi Kuil Agung

Didedikasikan untuk Dewa Siwa disebut Shivagarha (Sansekerta: rumah Siwa) yang karakteristiknya sangat cocok dengan kelompok kuil Rambana.

Prasasti Gondola

Prasasti ini ditemukan di reruntuhan Kuil Gondosole, di Desa Gondosole, Kabupaten Bolu, Timangong, Jawa Tengah.

Yang dikeluarkan adalah putra raja (pangeran) bernama Rakai Rakarayan Bataban Boo Ballar, yang juga merupakan menantu raja Mataram, Rakai Garong.

Prasasti Gandasuli terdiri dari dua bagian, yang disebut Gandasuli I (Dang pu Hwang Glis) dan Gandasuli II (Sanghyang Wintang).

Itu ditulis dalam bahasa Malaysia Kuno dalam aksara Kawi (Jawa Kuno), pada 792AD. Teks buku Gandasuli II terdiri dari lima baris dan berisi filosofi, ekspresi kemerdekaan dan kemuliaan Syailendra.

Prasasti Kayomongan / Karang Tingah

Prasasti Kayumwungan merupakan prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno yang ditulis di atas lima batu yang ditemukan di Dusun Karangtengah, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, sehingga dikenal sebagai prasasti Karangtengah. Isi tulisan di bagian bahasa Sansekerta tentang raja

Namanya adalah Samaratungga. Putranya yang bernama Pramodawardhani membangun sebuah bangunan suci Jinalaya dan sebuah bangunan yang disebut Wenuwana (bahasa Sansekerta: Vinovana, yang berarti “hutan bambu”) untuk meletakkan abu “raja besar”, yang merupakan istilah Dewa Indra.

Mungkin yang dimaksud adalah Raja Indra atau Dharanendra dari keluarga Celendra.

Prasasti Raja Sankara adalah prasasti yang berasal dari abad ke-8 Masehi yang ditemukan di Sarajin, Jawa Tengah. Tulisan ini sekarang hilang di tempat yang tidak diketahui. Prasasti-prasasti ini pernah disimpan oleh sebuah museum pribadi, Museum Adam Malik, tetapi diduga bahwa ia berada di museum ini

Ditutup dan bangkrut pada 2005 atau 2006, koleksi museum ini dijual. Dalam prasasti yang disebutkan di atas ia menyebutkan bahwa seorang tokoh bernama Raja Sankara mengubah agama karena agama Siwa adalah agama yang ditakuti banyak orang.

Raja Sankara memeluk agama Buddha karena ia disebut sebagai agama simpati. Saya menyebutkan sebelumnya ayah Raja Sankara, yang meninggal karena sakit selama 8 hari.

Inilah sebabnya Sankara, takut akan “tuan” yang salah, kemudian meninggalkan agama Siwa, menjadi seorang Budha dari Kepulauan Mahayana, dan memindahkan pusat kerajaannya ke timur.

Dalam Buku Sejarah Nasional Indonesia, raja Sankara disebut sebagai Rakai Panangkaran, sedangkan ayah Raja Sankara, yang namanya belum disebutkan, mirip dengan Raja Sanjaya.

Prasasti Kritik

Prasasti Negaduman ditemukan di desa Negaduman, dekat Salatiga, Jawa Tengah. Prasasti ini penting karena kemungkinan besar perantara antara naskah koi dan naskah boda.

Prasasti Clasan

Prasasti Kisan adalah prasasti dari dinasti Sanjaya dari kerajaan kuno Mataram, yang berasal dari 700 Saka atau 778 Masehi. Prasasti di sub-wilayah Kalasan, Solomon, Yogyakarta, ditulis dalam bahasa Pranagari (India Utara) dan Sanskerta.

Prasasti ini menyatakan bahwa raja raja berhasil membujuk Maharaja dari Tahjapura Panangkarana (Kariana Banangkara) yang harus dimiliki untuk keluarga Slyndra (Sylendra dan Imsatilaka) atas permintaan keluarga Slyandra.

Untuk membangun sebuah bangunan suci untuk Dewi Tara dan sebuah biara untuk kenang-kenangan bagi para biarawan, serta kenang-kenangan bagi para imam. Sailendra Wamsatilaka). Sangha (Buddha). Bangunan suci yang dimaksud adalah Kuil